PELVISITIS
PENYUSUN
Kelompok
6
PELVIKITIS
Ria
Maya Andriani 12150136
Maesa
Imani Hutomo 12150137
Melysa
12150142
Kelas
A. 9.4
PELVIKITIS (PID)
Pelvic
Imflamantory Diseases
A.
PENGERTIAN
Pelvikitis atau penyakit radangpanggul (PID: Pelvic
Imflamantory Diseases) adalah infeksi
pada alat genetalia atas.Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,tuba
fallopi,ovarium,miometrium,parametria,dan peritoneum panggul.Secara
epidemoligik di Indonesia insidensinya
diekstraplorasikan sebesar lebih dari 850.000 kasus baru setiap
tahun.PID merupakan infeksi serius paling biasa pada perempuan usia 16- 25
tahun.
Ada kenaikan insidensi PID dalam 2 sampai 3 dekade
yang lalu, yang disebabkan oleh beberapa faktor , antara lain adat istiadat
social yang lebih liberal,insidensi pathogen menular seksual seperti C.trachomatis , dan pemakaian metode alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Kurang lebih 15% kasus PID terjadi setelah tindakan
seperti biopsy endometrium , kuretase , histeroskopi, dan insersi AKDR . 85%
kasus terjadi infeksi spontan pada perempuan usia reproduksi yang secara
seksual aktif .Patologis dan mikrobiologi. Seperti endometritis PID disebabkan
penyebaran infeksi melelui serviks.
Meskipun PID terkait dengan infeksi menular seksual alat genetalia bawah
tetapi prosesnya polimikrobial.Salah satu teori patofisiologis menyatakan bahwa
organism menular seksual seperti N. Gonorrhoeae atau C . Trachomatis memulai
proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga memungkinkan
akses oleh organisme lain dari vagina atau serviks kea lat genitalia atas.
Pencegahan lebih baik ditekankan pada terapi agresif
terhadap infeksi alat genitalia bawah dan terapi agresif dini terhadap infeksi
alat genitalia atas.Ini akan mengurangi insidensi akibat buruk jangka panjang .
Terapi pasangan seks dan pendidikan penting untuk mengurangi angka kejadian
kekambuhan infeksi .Baik penelitian klinis maupun laboratories telah menunjukan
bahwa pemakaian kontrasepsi mengubah resiko relative terjadinya PID.
Metode kontrasepsi mekanis memberikan obstruksi
mekanis ataupun rintangan kimiawi .. Bahan kimia yang dipakai sebagai
spermisida bersifat letal baik untuk bacteria maupun virus.Ada hubungan juga
antara pemakaian kontrasepsi pil dengan insidensi PID yang lebih rendah dan
perjalanan infeksi yang lebih ringan kalau terjadi infeksi . Efek profektifnya
tidak jelas , tetapi mungki terkait dengan perubahan pada konsistensi lendir
serviks , menstruasi yang lebih pendek, atau atropi endometrium.
B.
PENYEBAB
Penyakit radang panggul terjadi
apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke
atas melalui leher rahim.Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk
seorang wanita menderita penyakit radang panggul.Bakteri penyebab tersering
adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan
peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari
leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut.Kedua bakteri ini adalah
kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi
karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan
dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah
menstruasi).
Riwayat
PID sebelumnya :
·
Banyak pasangan seks ,
atau sering melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berbeda , sedangkan
pada pasangan monogami tidak banyak
didapatkan risiko yang meningkat.
·
Infeksi oleh organisme
menular seksual
·
Pemakaian AKDR
C.
PATOFISIOLOGI
Infeksi pelvis
dipisahkan dalam 3 kategori :
1.
Infeksi yang terjadi setelah
kuretase dan post abortus serta infeksi post partum
2.
Infeksi post operatif berkembang
dari organisme yang terbawa ke dalam tempat operasi dari kulit, vagina, atau
yang lebih jarang dari traktus gastrointestinalis sewaktu pembedahan
3.
Infeksi pelvis yang terjadi pada fase yang
tidak hamil tanpa didahului pembukaan bedah rongga abdomen atau endometrium.
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua
bagian saluran genital atasendometrium (endometritis), dinding uterus
(miositis), tuba uterina (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum
dan serosa uterina (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis).
Perjalanan penyakit tergantung pada jenis (strain )
dan virulensi organisme penyerang maupun resistensi masing-masing pejamu
terhadap mikroorganisme. Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis
dengan salah satu dari lima cara:
Jalur penyebaran bakteri yang umum
adalah :
a.
Interlumen
Penyakit radang panggul akut non
purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen
melalui serviks ke dalam kavum uteri.Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina,
akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum.Organisme yang diketahui
menyebar dengan mekanisme ini adalah N.gonorrhoeae, C. Tracomatis,
Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus Herpes simpleks.
b.
Limfatik
Infeksi puerpuralis (termasuk
setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan dengan IUD menyebar melalui
sistem limfatik seperti infeksi Myoplasma non purpuralis.
c.
Hematogen
Penyebaran hematogen penyakit
panggul terbatas pada penyakit tertentu (misalnya tuberkulosis) dan jarang
terjadi di Amerika Serikat.
d.
Intraperitoneum
Infeksi intraabdomen (misalnya
apendisitis, divertikulitis) dan kecelakaan intra abdomen (misalnya virkus atau
ulkus dengan perforasi) dapat menyebabkan infeksi yang mengenai sistem
genetalia interna.
e.
Kontak langsung
Infeksi pasca pembedahan ginekologi
terjadi akibat penyebaran infeksi setempat dari daerah infeksi dan nekrosis
jaringan.
Terjadinya
radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan, yaitu:
·
Terganggunya barier fisiologik
Secara fisiologik penyebaran kuman
ke atas ke dalam genetalia eksterna, akan mengalami hambatan, karena kuman
tersebut harus melewati beberapa bagian organ reproduksi interna sebelum sampai
ke pelvik,yaitu
ostium uteri internum, ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman –
kuman dihambat secara mekanik, biokemik dan imunologi, kornu tuba, Pada waktu
haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman – kuman pada endometrium
turut terbuang.Pada keadaan tertentu, barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus,
instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR).
·
Adanya organisme yang berperan
sebagai vector.
Trikomonas vaginalis dapat
menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba fallopii.Beberapa kuman
patogen misalnya E coli dapat melekat pada Trikomonas vaginalis
yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba fallopii dan menimbulkan
peradangan di tempat tersebut.Spermatozoa juga terbukti berperan sebagai vektor
untuk kuman – kuman N. gonerea, Ureaplasma ureolitik, C.
trakomatis dan banyak kuman – kuman aerobik dan anaerobik lainnya.
·
Aktivitas seksual
Pada waktu koitus, bila wanita
orgasme, maka akan terjadi kontraksi utrerus yang dapat menarik spermatozoa dan
kuman – kuman memasuki kanalis servikalis.
·
Peristiwa Haid
Radang panggul akibat N gonorea
mempunyai hubungan dengan siklus haid.Peristiwa haid yang siklik, berperan
pentig dalam terjadinya radang panggul gonore.Periode yang paling rawan
terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah haid.Cairan haid
dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya kuman –
kuman N gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala – gejala
salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga
disebut sebagai ”Febril Menses”.
D.
TANDA DAN GEJALA
Keluhan
yang paling sering dikemukakan adalah nyeri abdominopelvik.Keluhan lain lebih
bervariasi antara lain keluarnya cairan vagina atau perdarahan , demam ,dan
menggigil, serta mual dan disuria.Demam terlihat pada 60 % sampai 80 % kasus.
Diagnosis
PID sulit karena keluhan dan gejala- gejala yang dikemukakan sangat bervariasi
. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks
, uterus , dan adneksa, PID didiagnosis
dengan akurat hanya sekitar 65% .
Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik ,
maka PID harus dicurigai pada perempuan beresiko dan diterapi secara agresif .
Kriteria diagnostic dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan
terapi.
Kriteria minimum
untuk didiagnosis klinis adalah sbg berikut :
·
Nyeri gerak serviks
·
Nyeri tekan uterus
·
Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai
untuk menambah spesifisitas kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID:
·
Suhu > 38, 5 ° C
·
Cairan serviks atau
vagina tidak normal mukopurulen
·
Lekosit dalam
jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop secret vagina
dengan salin
·
Kenaikan laju endap
darah
·
Protein reaktif- C
meningkat
·
Dokumentasi
laboratorium infeksi serviks oleh Neisseria Gonorrhoeae atau C . Trachomatis
Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi :
·
Biopsi endometrium
disertai bukti hispatofisiologis
endometritis
·
USG Transvaginal atau
MRI memperlihatkan tuba menebal penuh
berisi cairan dengan atau tanpa cairan
bebas di panggul atau kompleks tubo- ovarial atau pemeriksaan Doppler
menyarankan infeksi panggul (missal hipertermi tuba)
·
Hasil pemeriksaan
laparoskopi yang konsisten dengan PID
Beberapa ahli menganjurkan bahwa
pasien dengan PID dirawat inap agar dapat segera dimulai istirahat baring dan
pemberian antibiotika parenteral dalam pengawasan. Akan tetapi ,untuk pasien
PID ringan atau sedang rawat jalan,
dapat memberikan kesudahan jangka pendek dan panjang yang sama dengan rawat
inap. Keputusan untuk rawat inap atau tidak ada ditangan dokter yang merawatt.
Disarankan memakai kriteria rawat nap sebagai berikut:
·
Kedaruratan bedah (misal
apensisitis ) tidak dapat dikesampingkan
·
Pasien sedang hamil
·
Pasien tidak member
respons klinis terhadap antimikrobia oral
·
Pasien tidak mampu
mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan
·
Pasien menderita sakit
berat , mual, muntah atau demam tinggi
·
Ada abses tuboovarial
E.
PENATALAKSANAAN
Terapi
PID ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik , serta pencegahan
infeksi kronik .Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan
terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapeutik permulaan.
Pemilihan antibiotic harus ditujukan pada organism etiologic utama tetapi juga mengarah pada sifat polimikrobial
PID .Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama . Sebagian besar klinis menganjurkan
terapi parenteral paling tidak selam 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi
oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis.Rekomendasi terapi dari CDC. Ada 2 jenis terapi yang
dapat diberikan:
a. Terapi
Parenteral
·
Rekomendasi terapi
parenteral A:
Sefotetan 2 g
intravena setiap 12 jam ,
Sefoksitin 2 g
intravena setiap 6 jam, ditambah
Doksisiklin 100
mg oral atau parenteral setiap 12 jam.
·
Rekomendasi terapi
parenteral B
Klindamisin 900
mg setiap 8 jam ,ditambah
Gentamisin dosis
muatan intravena atau intramuscular ( 2 mg / kg berat badan) diikuti dengan
dosis pemeliharaan (1,5 mg / kg BB) setiap 8 jam . Dapat diganti dengan dosis
tunggal harian.
·
Terapi parenteral
alternative
Tiga terapi
alternative telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spectrum yang luas:
Levofloksasin
500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam, atau
Ofloksasin 400
mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam , atau
Ampisilin /
Sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah Doksisiklin 100 mg oral
atau intravena setiap 12 jam.
b. Terapi
Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan untuk
penderita PID ringan atau sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi
parenteral . Pada pasien yang mendapatkan terapi oral setelah 72 jam
harus dire – evaluasiuntuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi
parenteral baik dengan rawat jalan maupun rawat inap.
·
Rekomendasi terapi A
Levoflaksasin
500 mg oral 1 x setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400 mg 2 x sehari selam 14 hari , dengan atau tanpa
Metronidazol 500 mg oral 2 x sehari selama 14 hari
·
Rekomendasi terapi B
Ceptriaxon 250
mg IM dosis tunggal ditambah Doksisiklin oral 2 x sehari selama 14 hari dengan
atau tanpa Metronidazol 500 mg oral 2 x sehari selama 14 hari, atau
Sefoksitin 2 g
IM dosis tunggal dan probenesid ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14
hari , atau
Sefalosporin
generasi ketiga (misal Septizoksim atau
Sepotaksim ) ditambah Doksisiklin oral 2 x sehari selama 14 hari
dengan atau tanpa Metronidazol
500 mg oral 2 x sehari selama 14 hari.
10 Best VHS Roms for Genesis (1998) - Videoodl.cc
BalasHapus10 Best VHS Roms for Genesis (1998) - Videoodl.cc youtube mp4 The Sega Genesis is the best-selling video game console of all time, selling over